Misteri Kota Tua BataviaSelasa, 15 Januari 08 - oleh :
wahyuniMendengar sebutan "Kota Tua" pasti akan banyak hal terlintas dari fikiran kita, ada kekaguman dengan melihat arsitektur bangunannya, atau sejarah yang ada dibalik kota tua, dan satu hal lagi mungkin tidak bisa dilupakan "Misteri yang tersimpan di balik keindahan kekokohan bangunan".
Aku sering sekali melawati bagian dari kota tua di jakarta, dan mengagumi bentuk bangunannya, tapi sama sekali tidak terlintas ingin sejenak menyambangi gedung-gedung tua tersebut. sampai satu kali aku berkesempatan untuk mencermati dari dekat salah satu bangunan "Museum Sejarah jakarta" yang di apit "museum Wayang" dan "museum Keramik".
Inilah selintas sejarah jakarta dan misterinya....
-SEJARAH KOTA JAKARTA-
Sejarah kota Jakarta diperkirakan dimulai sekitar 3500 SM, diawali dengan terbentuknya pemukiman sejarah di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung. Seiring dengan perjalanan sejarah, maka berbagai kampung tumbuh di sepanjang aliran sungai itu. Kampung-kampung ini ada yang bertahan sampai sekarang yang di sebut Kampung Tua. Diantaranya adalah Kampung Bandan, Kampung Orang Cina (Pecinan), Kampung Luar Batang, Kampung Pekojan, Kampung Angke, Kampung Kebon Jeruk dan masih banyak lagi. Kampung-kampung ini telah banyak mengalami perubahan karena termakan waktu, kendati letak dan sisanya masih bisa disaksikan di era pembangunan.
-GLODOG SEBAGAI RUANG ISOLASI WARGA CINA-
Sejak zaman sebelum Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen berkuasa, Glodok sudah didiami oleh orang Tionghoa. Namun, setelah terjadinya pemberontakan laum Tionghoa pada tahun 1740, barulah Glodok menjadi pusat perkampungan mereka. Sesudah pemberontakan itu ditumpas oleh kompeni, mereka tidak diperbolehkan lagi tinggal di dalam tembok kota. Glodok adalah perkampungan yang ditunjuk oleh kompeni sebagai kampung mereka. Sejak itulah, Glodok berubah sebagai Pecinan dan sebagai pusat perdagangan
-RUMAH KELUARGA SOUW-
Di antara beberapa gedung tua berarsitektur Tionghoa kuno di Jakarta Kota yang belum dihancurkan seperti di jalan. Patekoan adalah bekas rumah keluarga saudagar Souw. Salah satu dari anggota keluarga ini yang terkenal adalah kakak-beradik Souw Siauw Tjong dan Souw Siauw Keng. Kakek buyut mereka adalah Luitenant der Chineezen Souw Kong Seng (1766-1821) dan ayah mereka adalah Luitenant der Chineezen Souw Thian Pie. Souw Siauw Tjong adalah salah seorang terkaya di Batavia pada masa itu. Ia memiliki tanah luas di Paroeng Kuda, Kedawung Wetan dan Ketapang di wilayah Tangerang Banten. Selain kaya-raya, ia berjiwa sosial. Mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak bumiputera di tanah miliknya, memelihara orang-orang miskin dan menyumbangkan makanan dan bahan-bahan bangunan pada waktu terjadi kebakaran di daerah sekitar tempat tinggalnya. Rumah keluarga Souw ini sampai sekarang masih terawat dengan baik dan masih didiami oleh keturunan dari Souw Siauw Tjong. Di tahun 50-an di kampung Blandongan Jakarta Kota di ditemui seorang warga keturunan China yang memiliki jiwa sosial. Bernama Pah Wong So (atau Wong Souw ?). Ia membuka semacam rumah singgah/rumah yatim piatu untuk orang-orang miskin, gelandangan dan kaum dhuafa lainnya. Mereka dipelihara, diberi makan dan pakaian seragam. Dan dididik sesuai keahliannya. Semisal jadi tukang gunting rambut, penjahit pakaian, sol sepatu atau apa saja berkaitan dengan ekonomi.
-TRAGEDI PEMBANTAIAN ANGKE-
Kelenteng Jin De Yuan yang terletak di Jl. Kemenangan III merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta Kota.. Didirikan tahun 1850 oleh Letnan Kwee Hoen dan diberi nama Koan-Im Teng. Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Koan-Im (Dewi Welas Asih). Konon dari kata Koan Im Teng inilah kemudian timbul istilah kelenteng yang berarti “kuil Tionghoa”.
Kelenteng ini merupakan salah satu dari empat kelenteng besar yang berada di bawah pengelolaan Kong Koan atau Dewan Tionghoa. Keempat kelenteng itu adalah Kelenteng Goenoeng Sari, Kelenteng Toa Peh Kong (di Ancol), Kelenteng Jin Deyuan sendiri serta kelenteng Hian Thian Shang Te Bio di Tanah Tandjoeng (sekarang sudah musnah).
Tahun 1740 kelenteng ini turut dirusak dalam peristiwa pembantaian terbesar etnis Tionghoa dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia. Peristiwa yang terjadi tanggal 9-12 Oktober 1740 dan menelan korban 10.000 jiwa inilah yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Pembantaian Angke. Hanya sebuah meja sembahyang berangka tahun 1724 yang tersisa dari peristiwa pambakaran kelenteng ini.
-GEREJA SANTA MARIA DE FATIMA-
egitu melihat arsitektur gereja ini, peserta langsung mengerti mengapa mereka diajak untuk mengunjungi gereja ini. Dari segi gaya arsitektur gereja ini sangat khas dan mungkin satu-satunya di Indonesia. Gereja ini dibangun dalam bentuk gedung besar kediaman seorang pejabat Tionghoa, dengan bentuk atap ian-boe heng (ekor wallet) serta dikawal sepasang shi shi (singa batu). Tak banyak yang diketahui mengenai pemiliknya yang pertama kecuali ia seorang berpangkat Luitenant derc hineezen dan bermarga Tjioe.
Salah satu keistimewaan gedung ini adalah adanya inskripsi dalam aksara Tionghoa. Di bagian bubungan atap tertera daerah asal pemiliknya yang terdahulu yaitu kabupaten Nan An, keresidenan Quanzhou, propinsi Fujian. Inskripsi lain juga di bagian bubungan atap yaitu fu shou, kang, ning yang artinya rezeki, umur panjang, kesehatan dan ketentraman.
Ada banyak tentang sejarah jakarta, yang selama ini jarang atau tidak pernah kita perhatikan, yang sebenarnya merupakan bagian dari kemajuan kota jakarta pada saat ini.
Saya tertarik dengan seni, seperti halnya kota tua, juga merupakan bagian dari seni peninggalan nenek moyang kita, yang sekarang cuma tinggal cerita yang tidak lagi pernah di ingat.
Saat ini saya dan teman-teman sedang membangun usaha di bidang Wedding organizer dan event organizer, yang lingkup-nya tidak kami batasi.
Tidak hanya untuk costumer pengguna jasa wedding organizer dan event, tapi kami juga berusaha untuk menampung teman-teman yang memiliki kreatifitas dan optimis untuk berkreasi.